12.13

Pengertian dan Asal Ilmu Estetika

Diposting oleh Bennedictus anto kurniawan S.Ds |

Estetika adalah disiplin yang baru di Indonesia. Hingga kini masih sedikit tulisan-tulisan yang berkaitan dengan bidang ini. Beberapa buku tentang Estetika yang bersifat pengantar memang bermunculan pada tahun-tahun belakangan ini, tapi isinya terlalu umum bagi mereka yang memiliki minat kuat menerapkan estetika dalam penelitian seni. Istilah estetika itu kita adaptasi dari kata `aesthetics’ bahasa Inggris. Kata ‘aesthetic’, asalnya dari bahasa Yunani, ‘aesthetikos’ berarti `sesuatu yang dapat diserap ‘indera’, atau berkaitan dengan persepsi penginderaan, pemahaman, dan perasaan, lawan katanya yang lebih populer dalam penggunaan di dunia kedokteran adalah ‘anaesthetic’ , anestetik atau patirasa. Jadi, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya


Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
Aristoteles lahir tahun 384 S.M. di Stagyra di daerah Thrakia, Yunani Utara. Delapan belas tahun kemudian ia masuk Akademia di Athena dan sampai 347 S.M. menjadi murid Plato. Pada 342 S.M. ia diangkat menjadi pendidik Iskandar Agung muda di kerajaan Raja Philippus dari Makedonia. Tahun 335 ia kembali ke Athena dan mendirikan sekolah yang namanya Lykaion, nama salah satu gelar dewa Apolo. Karena caranya mengajar dan caranya bertukar pikiran dengan kelompok-kelompok kecil, berlangsung sambil berjalan-jalan, maka sekolahnya dijuluki juga peripatetik, yang sebenarnya adalah pusat penelitian ilmiah. Tahun 332, setelah kematian Iskandar Agung, ia harus melarikan diri dari Athena karena ia, seperti Sokrates 80 tahun sebelumnya, dituduh menyebarkan ateisme. Ia meninggal tahun 322 S.M.
Meskipun 20 tahun menjadi murid Plato, Aristoteles menolak ajaran Plato tentang idea. Menurutnya, tidak ada idea-idea abadi. Apa yang dipahami Plato sebagai idea sesungguhnya adalah bentuk abstrak yang tertanam dalam realitas inderawi sendiri. Dari realitas inderawi konkret, akal budi manusia mengabstraksikan paham-paham abstrak yang bersifat umum. Begitu, misalnya, akal budi mengabstraksikan paham “orang” atau “manusia” dari orang-orang konkret-nyata yang kita lihat, yang masing-masing berbeda satu sama lain. Akal budi mampu untuk melihat bahwa si Azis, si Tuti, Profesor Aleksander, dan Ibu Meli sama-sama manusia, manusia dalam arti yang sepenuhnya, sepenuhnya manusia. Menurut Aristoteles, ajaran Plato tentang idea-idea merupakan interpretasi salah terhadap kenyataan bahwa manusia dapat membentuk konsep-konsep universal tentang hal-hal yang empiris. Untuk menjelaskan kemampuan itu tidak perlu menerima alam idea-idea abadi. Aristtoteles menjelaskannya dengan kemampuan akal budi manusia untuk membuat abstraksi, untuk mengangkat bentuk-bentuk universal dari realitas empiris individual. Pendekatan Aristoteles adalah empiris. Ia bertolak dari realitas nyata inderawi. Itulah sebabnya ia begitu mementingkan penelitian di alam dan mendukung pengembangan ilmu-ilmu spesial. Begitu pula, Aristoteles menolak paham Plato tentang idea Yang Ilahi, dan bahwa hidup yang baik tercapai dengan kontemplasi atau penyatuan dengan idea yang ilahi itu. Menurut Aristoteles, paham Yang Ilahi itu sedikitpun tidak membantu seorang tukang untuk mengetahui bagaimana ia harus bekerja dengan baik, atau seorang negarawan untuk mengetahui bagaimana ia harus memimpin negaranya. Jadi, tidak ada gunanya. Apa yang membuat kehidupan menusia menjadi bermutu harus dicari dengan bertolak dari realitas manusia sendiri, harus mulai dengan suatu pengamatan.

Pengaruh Filsafat keindahan dan Estetika Aristoteles
Seni menurut Aristoteles merupakan kegiatan meniru atau tiruan dari dunia, alam, benda dan manusia (konsep Mimesis dan Imitasi). Bagi Aristoteles Mimesis bersifat positif, karena dalam mimesis terdapat ide (from). Mimesis berarti representasi (representing). Selain itu juga Mimesis mimesis berarti membuat kemiripan (likeness, semblance). Mimesis merupakan penciptaan hal baru, bukan meniru yang sudah ada. hanya karya seni yang bersifat mimesis.
Kegiatan menyangkut seni pada poiesis (making), membuat yang indah = poetike techne. Aristoteles mengatakan bahwa ada dua bentuk seni, yaitu:
1. Seni Visual yaitu meniru benda nyata melalui warna dan bentuk
2. seni Drama TRAGEDI yaitu meniru kehidupan, perbuatan dan perilaku manusia
Dalam melakukan imitasi biasanya akan melibatkan Media (bisa berupa irama, bahasa/ percakapan, dan musik), lalu juga obyek (setiap karya selalu melbatkan obyek yang bisa berupa karakter/ peran, sifat dan sebagainya). Unsur lainnya adalah mode.
Karya seni menurut Aristoteles dapat dalam bentuk Tragedi, Komedi dan juga Epic (Syair tentang Kepahlawanan).
Aristoteles berpendapat bahwa manusia mempunyai “daya abstraksi” yang mampu mengabstraksi benda-benda fisik maupun mengabstraksi dirinya sendiri. Oleh dari pendapatnya itu maka ia setuju dengan pendapat Plato yang mengatakan bahwa karya seni merupakan tiruan dari benda maupun peristiwa yang terjadi di dunia nyata. Namun ia menoplak pendapat plato mengenai karya seni sebagai tiruan kedua, karena ia menolak “dunia ide” hasil pemikiran Plato. Baginya, dunia ini hanya satu yaitu dunia nyata ini (realisme).

0 komentar:

Posting Komentar